Senin, 12 Juli 2010

Dari Hong Kong, Ciputra bidani kelahiran TKI pengusaha

Sebuah pesan singkat (SMS) masuk sesaat sebelum rombongan dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Universitas Ciputra Entrepreneurs Center (UCEC) akan bertolak ke Hong Kong untuk memberikan penyuluhan entrepreneurship bagi para TKI pada Jumat pekan lalu.

"Selamat jalan ke Hong Kong dan semoga sukses untuk meningkatkan harkat dan martabat TKI/TKW Indonesia. Sebagian dari mereka dapat menjadi entrepreneur waktu kembali ke Indonesia. Merekalah yang memberi inspirasi dan motivasi utama saya untuk mengembangkan entrepreneur di Indonesia. Salam dan cinta kasih saya pribadi kepada mereka supaya mereka tahu ada orang yang berterima kasih dan mencintai mereka, karena mereka adalah pahlawan bangsa yang berkorban tubuh dan jiwa. Sukses, Good Bless You, Ciputra"

Entah bagaimana perasaan para TKI yang didominasi kaum wanita itu jika ikut membaca pesan singkat tersebut. Yang jelas saat rombongan keesokan harinya bergabung dengan puluhan TKI di Victoria Park, Hong Kong, apa yang menjadi keprihatinan Ciputra, pendiri UCEC memang sangat beralasan. Perasaan anggota rombongan yang dipimpin oleh Nora Ekaliana, Kepala Balai Besar Peningkatan Produktivitas Kemnakertrans menjadi campur aduk.

Sedih, gembira, malu dan bersyukur kami rasakan sejak Sabtu pagi melakukan sosialisasi di taman itu. Sedih karena para TKW yang bertekad mengubah nasib itu harus berkorban secara lahir dan batin. Setelah banting tulang di negeri orang, banyak di antaranya yang menjadi 'sapi perah' yang mendapat banyak tuntutan dari Tanah Air.

"Majikan umumnya baik, tetapi dampak sosial yang harus dihadapi mereka ataupun keluarga yang ditinggalkan tidak ringan. Meninggalkan suami dan anak-anak dalam bimbingan orang lain memunculkan persoalan baru akibat motherless" kata Antonius Tanan, Presdir UCEC yang bersama Agung Waluyo memberikan penyuluhan kewirausahaan itu.

Rasa gembira muncul saat beberapa TKW mengatakan hasil bekerja di Hong Kong sudah dapat mengubah nasib keluarga yang ditinggalkan untuk keluar dari level hidup di bawah garis kemiskinan. Malu karena SDM di Indonesia yang masuk ke Hong Kong bukan kategori ekspatriat yang bisa membawa anggota keluarga. Namun, mereka hanya menjadi pembantu rumah tangga yang mengurus urusan domestik majikannya.

"Rasa syukur karena Hong Kong termasuk negara yang memberikan gaji dan perlindungan yang baik bagi para pahlawan devisa tersebut, sehingga kami bisa memberikan bimbingan agar mereka dapat mengubah nasib dan meningkatkan keterampilannya," tegas Antonius Tanan.

Pilot project

Nora Ekaliana mengatakan penyuluhan kewirausahaan ini merupakan pilot project yang dilaksanakan sejalan dengan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) Kemenakertrans 2010-2014 yang meningkatkan pembangunan sumber daya manusia termasuk pada TKI.

"Kegiatan ini tindak lanjut gagasan Ciputra dengan Menakertrans untuk menumbuhkembangkan kewirausahan pada masyarakat untuk menanggulangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan dan menjadi wujud kerja sama BBPP Kemenakertrans dengan Yayasan Ciputra Pelatihan Ciputra Entrepreneurs," kata Nora.

Sepanjang Sabtu hingga siang hari, Nora dan tim Ciputra tidak segan-segan membaur dengan para TKW, memberikan pencerahan tentang kewirausahaan hingga menghibur spontan dengan memanfaatkan gitar milik TKW dan menari poco-poco menjadi tontonan warga Hong Kong dan turis.

Berbagi kegembiraan dan mendengarkan berbagai kisah mereka itulah yang mendorong Johan Abdiel Tanan, siswa SMP Penabur, Jakarta yang ikut mendengarkan kisah mereka kemudian menjuluki para TKI itu dengan super mom ( ibu super) Indonesia lalu menuliskan sebuah puisi yang indah. Di mata anak seusianya, seorang ibu yang dijuluki super woman kalah hebat dengan perjuangan para super mom yang ditemuinya di Victotria Park.

Penyuluhan sendiri berlangsung pada Minggu pagi 5 Juli 2010 dan berlangsung sehari penuh di Konsulat Jenderal RI di Hongkong.

Cindy Suryanti, TKI berusia 32 tahun asal Madiun, Jatim tampak antusias mendatangi kantor Konjen yan terletak di Causeway Bay. Sejak pukul 08.00 waktu setempat, dia bersama ratusan rekannya sesama TKI ingin mengikuti pelatihan yang dilakukan oleh Ciputra Entrepreneurship Center.

Selama 11 tahun Cindy hidup di Hong Kong sebagai pembantu rumah tangga dengan gaji 3.580 dolar Hong Kong per bulan. Entrepreneurs yang dia kenal hanyalah usaha dan berdagang. Namun tidak mengerti bagaimana cara membuat konsep dan mengembangkan ide untuk bekal masa depan.

Theresia Avelia Sunani, berusia 38 tahun asal Banyuwangi yang sudah 13 tahun bekerja di Hong Kong dan mengikuti penyuluhan wirausaha itu hingga selesai mengatakan kegiatan ini sungguh memukau dan memberikan motivasi.

"Pada Juni tahun depan saya memang tidak akan memperpanjang kontrak lagi karena investasi yang kami peroleh saat ini nilainya sekitar Rp 1 miliar. Kalau kami tidak diberikan pencerahan seperti ini, bisa-bisa investasi habis karena salah kelola."

Sumber : bisnis.com (oleh: Hilda Sabri Sulistyo)

Tidak ada komentar: